Senin, 29 April 2013

Mendapatkan Cinta dan Rahmat-Mu

Tuhanku,

Aku masih ingat, saat pertama dulu aku belajar mencintai-Mu.
Kajian demi kajian tarbiyah kupelajari,
untai demi untai kata para ustadz kuresapi.
Tentang cinta para nabi, tentang kasih para sahabat,
tentang mahabbah orang shalih, tentang kerinduan para syuhada.
Lalu kutanam di jiwa dalam-dalam,
kutumbuhkan dalam mimpi idealisme yang mengawang di awan.

Tapi Rabbi…
Berbilang hari demi hari dan kemudian tahun berlalu,
tapi aku masih juga tak menemukan cinta tertinggi untuk-Mu,
aku makin merasakan gelisahku membadai
dalam cita yang mengawang, sedang kakiku mengambang.
Hingga aku terhempas dalam jurang dan kegelapan."
Allahu Rahiim, Illahi Rabbii,
perkenankanlah aku mencintai-Mu semampuku.
Perkenankanlah aku mencintai-Mu, sebisaku.
Dengan segala kelemahanku.

Ilaahi,
Aku tak sanggup mencintai-Mu dengan kesabaran menanggung derita.
Umpama Nabi Ayyub, Musa, Isa hingga Al-Mustafa.
Karena itu ijinkan aku mencintai-Mu
melalui keluh kesah pengaduanku pada-Mu,
atas derita batin dan jasadku, atas sakit dan ketakutanku.
Rabbii,
Aku tak sanggup mencintai-Mu seperti Abu Bakar,
yang menyedekahkan seluruh hartanya
dan hanya meninggalkan Engkau dan Rasul-Mu
bagi diri dan keluarganya.
Atau layaknya Umar yang menyerahkan separo hartanya demi jihad.
Atau Ustman yang menyerahkan 1000 ekor kuda untuk syiarkan Dien-Mu.
Ijinkan aku mencintai-Mu,
melalui 100-500 perak yang terulur
pada tangan-tangan kecil di perempatan jalan,
pada wanita-wanita tua yang menadahkan tangan
di pojok-pojok jembatan. Pada makanan-makanan
yang terkirim ke handai taulan.

Illahi,
Aku tak sanggup mencintai-Mu
dengan khusyuknya shalat salah seorang sahabat nabi-Mu,
hingga tiada terasa anak panah musuh terhujam di kakinya.
Karena itu Ya Allah,
perkenankanlah aku tertatih menggapai cinta-Mu,
dalam shalat yang coba kudirikan dengan terbata-bata,
meski ingatan kadang melayang
ke berbagai permasalahan dunia.
Rabbii,
aku tak dapat beribadah ala orang-orang shalih
atau bagai para hafidz dan hafidzah yang membaktikan
seluruh malamnya untuk bercinta dengan-Mu
dalam satu putaran malam.
Perkenankanlah aku mencintai-Mu,
melalui satu - dua rakaat sholat lailku,
atau sekedar sunnah nafilahku,
selembar dua lembar tilawah harianku.
Lewat lantunan dzikir dzikirku.

Yaa Rahiim,
aku tak sanggup mencintai-Mu semisal para syuhada,
yang menjual dirinya dalam jihad bagi-Mu.
Maka perkenankanlah aku mencintai-Mu
dengan mempersembahkan sedikit bakti
dan pengorbanan untuk dakwah-Mu,
dengan sedikit pengajaran bagi tumbuhnya generasi baru.

Allahu Kariim,
aku tak sanggup mencintai-Mu di atas segalanya,
ijinkan aku mencintai-Mu dengan mencintai keluargaku,
membawa mereka pada nikmatnya hidayah
dalam naungan Islam, manisnya iman dan ketabahan.
Dengan mencintai sahabat-sahabatku,
mengajak mereka untuk lebih mengenal-Mu,
dengan mencintai manusia dan alam semesta.
Perkenankanlah aku mencintaiMu semampuku, Yaa Allah.
Agar cinta itu mengalun dalam jiwa.
Agar cinta ini mengalir di sepanjang nadiku.
Amin... Amin,... Amin... Ya Rabb


Minggu, 03 Februari 2013

Aku Seorang Munafik?


Dengarkanlah, aku sedang bertanya, dengan sangat jujur, kepada hatiku, apakah aku seorang munafik?
Aku mengakui Allah sebagai tuhanku, tapi entah sudah berapa banyak hal dan makhluk yang aku tempatkan sejajar denganNya bahkan lebih, dihatiku.
Aku mengaku muslim, namun lihatlah perhitungan rinci yang pasti aku kemukakan di depan, ketika telah sampai waktunya aku harus mengerjakan kewajibanku sebagai muslim. Bahkan sebenarnya aku adalah sudah lebih dari tahu dan sadar bahwa aturan Allah telah jelas tentang segala sesuatu dalam hidup. Namun, entah kenapa aku tetap dengan berat hati menanggalkan semua. Apalagi lah, jika bukan karena aku tak mau rugi dalam urusan dunia. Ketakutan dan kemalasan seketika menyelubungi kepala dan menjalar ke hatiku yang akhirnya akupun menghentikan arus kebaikan itu untuk menemani hari- hari itu.
Aku mengaku muslim, namun laku, tindakan, dan tutur kataku tak lebih dari menghujat, memecah belah dan merusak citra islam dan harga diriku dan saudaraku sendiri. Dan ... ajaibnya, aku tetap menganggap hal itu sebagai sebuah kebanggaan dan atau prestasi dari diriku yang akan mungkin membuahkan pahala dimata Allah. Ya robb, sudah tidak waraskah aku?
Aku mengaku muslim, namun aku tak pernah berbangga dengan identitasku ini, dan malah menghujat sesamaku yang telah mendapat rahmat Allah untuk dapat menerapkan aturan islam lebih baik dan lebih nyata dari pada aku. Entah pikiran setan apa yang menggelayuti hatiku, dan lihatlah malah kesombongan dan caci maki atas mereka yang selalu aku berikan tanpa henti.
Aku mengajarkan kebaikan namun saking sibuknya diriku dengan sebuah pengajaran, aku lupa mengajari diriku untuk mempraktekkan kebaikan itu dalam kehidupanku sendiri. Tidak ada yang tahu memang, ataupun tidak ada yang repot dengan mencampuri urusan hidupku, namun ternyata hatiku sendiri yang berprotes kepadaku dan betapapun aku mencoba lari darinya, aku tetap tidak bisa.
Aku mengakui sebuah kebaikan dan manfaat dari kejujuran. Namun diam- diam aku mengkhianati hati nuraniku dengan berbuat curang pada Allah, diriku sendiri, kepada sesamaku. Aku menyangka Allah pun hanya diam dan tanpa akan menyeruakkan aibku ini, karena ini adalah rahasiaku dengan Nya. Selanjutnya dengan bangga dan penuh kamuflase atas sebuah julukan orang alim dan jujur, aku berjalan di muka bumi, dengan tetap tenang.
Manusia lain menggelariku orang yang amanah dalam menjaga dan memenuhi titipan mereka kepadaku. Namun dibelakang mereka, amanah itu aku selewengkan dengan alasan kebutuhan dan selera duniaku. Dan jika akhirnya mereka mengetahui hal itu, maka dengarlah untaian kata- kata indah yang dengan keahlian dan kepandaianku aku rangkai dengan berbagai cara. Apalagi lah tujuannya selain agar mereka tetap mengenaliku sebagai yang terbaik.
Lihatlah betapa mulutku memang benar- benar mengekspresikan isi hatiku. Isi hati yang aku tuntun untuk menjadi munafik, namun ternyata aku tidak sekuat itu untuk memaksanya. Suara bisikan kebaikan dari Allah lewat hati nuraniku, tetap begitu kuatnya sehingga membentuk sebuah pertentangan batin yang tidak sanggup aku kuasai permainannya.
Apakah aku seorang munafik?
MasyaAllah, ternyata aku seorang munafik. Betapa banyak manusia yang menilaiku baik, namun itu sama sekali tidak mengurangi teriakan batinku yang memaki diriku karena aku sebenarnya adalah seorang munafik. Hatiku protes karena aku telah mencurangi Allah walaupun hanya dia sendiri yang mengetahuinya. Aku ternyata tidak bisa lari sama sekali dari umpatan hati nuraniku yang pasti akan jujur tentang adanya aku.
Ya robb, ampunilah hambamu yang sombong ini, yang telah berbangga hati dengan dinilai baik dan berusaha agar dinilai baik dihadapan manusia, namun sebenarnya rendah di hadapanMu. Sanggupkah hamba ketika "video" keburukanku itu nanti akhirnya akan diputar kembali dan di pergelarkan pada semua makhlukmu diakherat nanti? Sanggupkah hamba saat nanti tiada lagi ampunan darimu dan rahmat untuk hamba, untuk tertutupnya dengan rapi semua aib dan kekurangan hamba?
Ya Allah, semakin manusia menilai baik terhadap hamba, sebenarnya semakin dalam sakit yang hamba rasakan. Sakit lantaran semakin keras pula teriakan hati nurani hamba yang mengatakan bahwa hamba adalah seorang MUNAFIK, yang hanya pandai memoles jati diri dengan sejuta kebohongan, kecurangan dan dan topeng demi terlihat sempurna dihadapan manusia.
Ya Allah, ampunilah hamba... Ampunilah hambamu yang hina ini...





http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2011/12/13/17005/aku-munafik/